Makassar, 29 Maret 2022 Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan  melepasliarkan delapan ekor ular phyton. Panjang sanca batik yang dilepasliarkan memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari ukuran 2 meter sampai 5 meter.

 

Untuk melepasliarkan ular yang memiliki nama lain Malayopython reticulatus / Python reticulatus itu, Tim BBKSDA Sulsel dengan kode WRU atau Wildlife Rescue Unit harus menempuh perjalanan masuk ke dalam Kawasan Cagar Alam Faruhumpenai. Berjalan kaki menyusuri sungai dan bukit-bukit sekira 1 jam. Panas matahari yang menyengat tidak menyurutkan Tim menyatukan ular kembali ke alam liarnya.

 

Asep Salah satu anggota tim WRU melalui keterangannya “Asal 8 ekor ular ini dari 2 lokasi kendang transit kami, ada yang dari Kandang Makassar dan Kandang di Palopo.” Terang Asep.

 

Asep menjelaskan, upaya tim untuk melepasliarkan satwa itu selalu menyenangkan bagi kami, walau harus menumpuh perjalanan jauh dan masuk lebih jauh kedalam Kawasan perasaan bahagia selalu kami rasakan ketika melihat langsung satwa yang selama ini tidak bebas dikandang kini bisa kembali ke habitatnya.

 

Eko Yuwono, Pentolan WRU BBKSDA Sulsel dalam keterangannya “Ular-ular ini kebanyakan dari serahan masyarakat dan Damkar di Sulsel, hasil observasi tim kami, dari akhir tahun 2021 dan maret 2022, kami banyak menerima kasus ular masuk pemukiman. kedatangan hewan melata tersebut karena musim saat ini menjadi fase ular untuk berkembang biak.”

 

Masyarakat juga diimbau untuk tidak menumpukkan barang-barang bekas yang berpotensi menciptakan lubang atau ruang yang dapat digunakan ular untuk bertelur. Selain itu juga pastikan warga membuang sampah secara rutin di setiap harinya. Pasalnya, sampah yang dibiarkan tergeletak lama bisa mengundang tikus dan akhirnya turut mendatangkan ular.

 

Sementara, Kepala Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan, Ir Jusman menjelaskan, ular python atau ular sanca batik adalah salah satu satwa dengan status kategori tidak dilindungi.

 

Namun, dalam Convention on International Trades on Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) atau perjanjian internasional yang fokus pada perlindungan spesies tumbuhan dan satwa liar, jenis ular ini masuk dalam kategori appendiks II.           

 

“Artinya satwa ini spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan,” kata Jusman.            

 

Lebih lanjut disampaikan Jusman, Berdasarkan Kepmenhut Nomor 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan satwa liar. Aturan ini menegaskan adanya pembatasan kuota tangkap atau ambil yang tidak dilindungi yang masuk dalam appendik CITES ataupun non appendiks CITES.           

 

“Kuota ini ditetapkan oleh Dirjen KSDAE setiap tahunnya berdasarkan rekomendasi dari LIPI dan berlaku untuk satu tahun,” imbuh Jusman.

 

Sebagai Informasi Cagar Alam Faruhumepani secara admnistratif terletak di wilayah Kabupaten Luwu Timur. Cagar Alam ini memiliki kekayaan potensi ekosistem flora dan fauna yang melimpah. Satwa-satwa eksotis dan endemik ada di Cagar Ala mini seperti Boti/Ceba/Seba, Musang Sulawesi, Babirusa, Babi Hutan, Rusa Timor sampai Anoa.                                                                                   

Penanggung Jawab Berita:

Eko Yuwono, S.Hut.  

 

 

Call Center BBKSDA Sulsel:

08114600883