SIARAN PERS

Nomor : SP.56/K.8/TU/Humas/12/2024

Kerja Sama Menjawab Tantangan Dinamika Penyelenggaraan Kawasan Konservasi

Maakassar, 6 Desember 2024 – Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan (BBKSDA Sulsel) menjadi tuan rumah penyelenggaraan Workshop “Pendalaman Materi Perubahan Peraturan tentang Kerja Sama Penyelenggaraan Kawasan Konservasi” yang dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) di Swiss Bell Hotel Makassar, pada tanggal 6 Desember 2024. Workshop yang diselenggarakan oleh Direktorat Perencanaan Kawasan Konservasi dihadiri oleh para pimpinan tinggi Pratama lingkup Direktorat Jenderal KSDAE, Kepala Balai Besar dan Balai KSDA seluruh Indonesia, Kepala Balai Besar dan Balai Taman Nasional seluruh Indonesia, Narasumber dan Fasilitator, serta jajaran Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan. 

Direktur Perencanaan Kawasan Konservasi, Ahmad Munawir, S.Hut, M.Si., menyampaikan bahwa tujuan workshop adalah untuk mendiskusikan peraturan kerja sama penyelenggaraan kawasan konservasi mengadaptasi adanya perubahan terhadap Undang Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya melalui UU Nomor 32 Tahun 2024 serta adanya UU Cipta Karya. Selain itu yang tidak kalah penting dari tujuan yang ingin dicapai dari workshop ini adalah menjadi ajang silaturahmi dan mendapat arahan pengelolaan konservasi sumber daya alam hayati dari Direktur Jenderal KSDAE, Kementerian Kehutanan.

Direktur Jenderal KSDAE, Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko, M.Sc., dalam sambutan pembukaannya menyampaikan bahwa pengelolaan kawasan konservasi memiliki dinamika dan bertransformasi dalam kurun waktu 34 tahun ini sejak ditetapkannya UU Nomor 5 Tahun 1990. “Kita semua telah menyaksikan dan bahkan terlibat secara langsung dalam dinamika dan transformasi pengelolaan kawasan konservasi tersebut. Saat ini kita telah memiliki dan mengelola kawasan konservasi seluas kurang lebih 27 juta hektar, dengan jumlah 573 unit kawasan konservasi terdiri atas 212 Cagar Alam, 85 Suaka Margasatwa, 57 Taman Nasional, 134 Taman Wisata Alam, 49 Taman Hutan Raya, 10 Taman Buru, dan 27 masih berstatus KSA dan KPA”, demikian pernyataan Dirjen KSDAE.

Lebih lanjut, Dirjen KSDAE menyampaikan apresiasi dan motivasi, “Saya sangat yakin dan menjadi bagian dari yang menyaksikan bahwa kita semua, mulai dari tingkat Resort, Seksi, Bidang, Balai, Balai Besar dan pada level Pusat Ditjen KSDAE telah berbuat sangat banyak dan serius untuk mengelola dan menjaga kawasan konservasi termasuk keanekaragaman hayati dari berbagai permasalahan dan ancaman. Namun demikian, kita tidak boleh berhenti dan lengah karena dinamika sosial, budaya, kebijakan dan politik terus berubah dan sering sekali berdampak langsung terhadap kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati”.

Ketua paguyuban Kepala UPT lingkup Ditjen KSDAE, Arief Mahmud,  menyampaikan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan adaptasi perubahan regulasi dan persoalan teknis pelaksanaan tugas UPT Ditjen KSDAE. Persoalan tersebut antara lain perlu penegasan tentang peralihan kewenangan pengelolaan satwa liar tertentu, adanya penerbitan sertifikat di dalam kawasan konservasi, terdapat 6 taman nasional yang belum ada unit pengelolaan. dan sebagainya.

Atas berbagai permasalahan yang ada, Kementerian Kehutanan menerapkan kebijakan One Map Policy (OMP) untuk menyinkronkan peta dengan kondisi kawasan yang nyata di lapangan. Hal ini diharapkan menjadi solusi masalah penerbitan sertifkat di dalam kawasan dan areal terbangun lainnya.

 

 

Dalam sesi diskusi, beberapa Kepala UPT menyampaikan tantangan dan masukan atas Kerja Sama Penyelenggaraan Kawasan Konservasi. Hal tersebut dijawab oleh Kepala Sub Direktorat Penguatan Fungsi dan Pembangunan Strategis Kawasan Konservasi, Probo Wresni Aji, berbagai sudut pandang/aspek masukan yang diperlukan antara lain solusi atas pemecahan permasalahan didasarkan pada pengalaman pelaksanaan kerja sama, aspek mekanisme/ tatacara, komunikasi, pemahaman terkait inkind, aset, publikasi dan lainnya,

Berbagai aspek lain yang menjadi pedoman dalam perjanjian kerja sama disampaikan narasumber dari Sekretariat Ditjen KSDAE, Agus Supriyanto, SH., MH., bahwa syarat sahnya Perjanjian
menurut Pasal 1320 KUHPerdata adalah (1) Adanya kesepakatan kedua belah pihak; (2) Adanya kecakapan melakukan perbuatan hukum; (3) Adanya suatu hal tertentu; (4) Adanya sebab yang halal.

Pada kesempatan tersebut, Kepala BBKSDA Sulsel, Ir. Jusman, menyampaikan pengelolaan kawasan konservasi di lingkup BBKSDA Sulawesi Selatan sebagai unit pelaksana teknis Ditjen KSDAE yang meliputi 15 kawasan konservasi dengan total luas 389.251,79 hektar, di wilayah kerja meliputi Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. 2.  Di Provinsil Sulawesi Selatan terdapat  5 Tahura di Sulsel Tahura sebagai gambaran semangat Pemda melakukan konservasi. Namun demikian, tantangan yang dihadapi adalah tidak semua kabupaten/kota memahami apa itu tahura. Sehingga Pusat perlu memberikan panduan agar antara pusat dan daerah memiliki persepsi yang sama dalam pengelolaan tahura. Di sisi lain, dalam peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), TWA Lejja merupakan salah satu andalan BBKSDA Sulsel dengan menerapkan e-ticketing.

Pada intinya dalam mengelola kawasan konservasi diperlukan sosialisasi tentang jenis kebijakan dan teknis implementasinya, karena masyarakat dan pemerintah daerah semangat membentuk kawasan konservasi tetapi belum sepenuhnya memahami teknis pengelolaannya.

 

Sumber Berita:

BBKSDA Sulawesi Selatan

Call Center BBKSDA Sulsel:

08114600883