Konservasi alam bukan hanya untuk melestarikan lingkungan hidup, namun juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Di tahun 2019 ini, Indonesia memperingati 11 tahun Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) yang jatuh setiap tanggal 10 Agustus. Konservasi merupakan upaya pelestarian atau perlindungan, yaitu kegiatan yang dilakukan dalam upaya pelestarian lingkungan, dengan tetap mendapatkan manfaat yang berkelanjutan dan mempertahankan komponen-komponen alam yang ada. Dengan kata lain konservasi dapat di artikan sebagai upaya yang dilakukan seseorang atau lembaga yang bertujuan untuk pelestarian alam.
Setelah tanggal 21 kemarin melakukan street campaign dan 24 juli dengan school conservation-nya puncak Road To HKAN BBKSDA Sulsel akhirnya terlaksana pada Kamis, 25 Juli di kompleks Benteng Rotterdam Makassar.
Acara yang dimulai 16.00 Wita sampai dengan pukul 18.00 Wita ini menyuguhkan pembacaan puisi tentang alam dari siswa SMK Kehutanan, penyerahan bibit tanaman endemik Sulawesi, pameran satwa dari Gowa Discovery Park, Pameran kopi Binturong (Luwak), penandatanganan kerjasama BBKSDA Sulsel dengan Program Studi Kedokteran Hewan UNHAS dan Media Klik Hijau, penyerahan Conservation Awards yang diberikan oleh Wali kota Makassar yang diwakili Staf Ahli Bidang Ekonomi Ahmad Kahrawi, Rilis satwa secara simbolik, Talkshow Konservasi Milenial dan penanaman pohon endemic di Benteng Rotterdam.
Di Talkshow “Spirit Konservasi Alam Milenial” 8 tokoh pejuang konservasi di Sulawesi selatan dan barat menyampaikan tindakan konservasi yang sudah mereka lakukan antara lain : Timous (Ambe Daud) – 91 Tahun seorang pejuang konservasi Gunung Gandang Dewata, Ambe daud dalam pesan konservasinya “Gandang Dewata adalah sebuah jantung dan jiwa kita di Sulawesi Selatan dan Barat yang harus kita jaga untuk anak cucu kita”, Lalu tokoh kedua Prof. Dr. Ir. Amran Achmad, M.Sc mewakili akademisi mengatakan “Konservasi harus ada re-generasi, beliau menyarankan untuk melabeli jenis-jenis pohon dan satwa yang ada di kota madya khususnya agar masyarakat tahu dan lebih peduli dari status pohon dan satwa tersebut” terang professor kehutanan yang sedang menulis Novel tentang cinta dan konservasi alam. Selanjutnya tokoh yang ketiga seorang penangkar satwa Binturong untuk menghasilkan Kopi Luwa Malino drg. Danny Permadi, pesan konservasi yang disampaikan Danny “Saat ini Binturong saya sudah 90-an ekor yang tersebar di beberapa kelompok binaan saya. Awalnya Binturong dari BBKSDA Sulsel sebanyak 4 Ekor tapi melalui penangkaran dan metode reproduksi berhasil menjadi 90-an ekor. Konservasi itu bukan artinya kita tidak melakukan apa-apa tapi memanfaatkan untuk kesejahteraan manusia dan alam” pungkas dokter gigi sekaligus pensiunan Letkol (purn) TNI-AL. dan 5 tokoh lagi yang tidak kalah perjuangannya yaitu Nevy Jamest Tonggiroh biasa disapa Bang Nevy seorang pecinta alam yang memperjuangakn Gunung Bawa Karaeng menjadi Heritage di Indonesia lalu Sapparuddin daeng Talli seorang yang dulu lawan tapi kini menjadi kawan bahkan menjadi garda terdepan BBKSDA Sulsel melindungi Kawasan hutan di Komara Takalar, Bapak Lasamu pejuang konservasi dari Sidrap, Desa Cenreangin dan Bapak Iwan yang mewakili daeng Beta dari wisata perahu Rammang-rammang maros.
Talkshow spirit konservasi alam milenial ini diakhiri dengan penanaman pohon endemic di lokasi yang sudah di sediakan yaitu sudut Benteng Rotterdam dan foto Bersama.